Di pertigaan jalan, langkah Kampleng berhenti karena lampu masih merah. Pikirannya mengangkasa. Dalam benak sahajanya ia berandai-andai : “Aku ingin bisa menciptakan notasi keren seperti Ade Paloh, menulis lirik yang kuat bak Ugoran Prasad, lalu mengkomposisi sekontemplatif sentuhan duet Zeke Khaseli & Iman Fattah.”
Kampleng pernah mencoba membuat notasi lalu melengkapinya dengan lirik. Atau lebih banyak ia menulis lirik dari notasi yang sudah disusun sahabat-sahabatnya. Ternyata memang sulit, dan ia harus bekerja keras untuk itu.
Menciptakan Notasi seperti Ade Paloh…
Menulis lirik seperti Ugo Prasad..
Membuat komposisi seperti Zeke Khaseli dan Iman Fattah
Menciptakan Notasi seperti Ade Paloh…
Menulis lirik seperti Ugo Prasad..
Membuat komposisi seperti Zeke Khaseli dan Iman Fattah
Menciptakan Notasi seperti Ade Paloh…
Menulis lirik seperti Ugo Prasad..
Membuat komposisi seperti Zeke Khaseli dan Iman Fattah
72 detik berlalu.. Lampu hijau,.. Ban berputar melaju. Membuat lagu tidak mudah. Membuat musik bagus itu juga tidak mudah.
INDONESIA MERDEKA
INDONESIA MERDEKA
Friday, November 5, 2010
Cerita Ulang Bharatayudha dalam Aransemen Generasi MTV (Bagian 4)
Hari Ketigabelas
Durna menata ulang pasukan Kurawa dengan formasi Bunga Teratai. Mereka menyerang Yudhistira yang ditopang Bima, Satyaki, Dristadyumna, Drupada, Srikandi dan beberapa ksatria lainnya. Sementara Raja Susarma dan pasukannya sekali lagi menantang Arjuna. Adu sakti tak terelakkan lagi, bahkan lebih sengit dibanding hari kemarin. Ritme perang sudah meninggi di pagi itu.
Durna berhasil menembus formasi Pandawa dengan barisan yang sangat rapat.
“Kita membutuhkan seorang pemberani untuk menerobos brigade Kurawa!” siasat Yudhistira. Namun Putra Pandu itu kebingungan menentukan siapa ksatria terbaik yang berdiri di posisi terdepan dalam rangka menusuk pertahanan Kurawa. Arjuna sedang sibuk menghadapi Susarma.
“Paman, Ayah pernah mengajariku bagaimana cara menembus formasi itu. Hana saja aku belum mempelajari cara keluarnya.” Abimanyu putra Arjuna yang muda dan berani itu menawarkan diri. Bima yang sangat percaya pada keberanian dan kemahiran kemenakannya itu sangat mendukung, ”Tembuslah formasi itu Anakku,. Aku, panglima Dristadyumna dan pasukan Matsyadesa menopang dibelakangmu.” Deal !
Serangan dimulai. Abimanyu berdiri paling depan dengan gagah, tanpa rasa gentar sedikitpun.
Kereta Abimanyu melaju kencang kearah Kurawa yang panik, bagai Singa menerobos serombongan Gajah. Pasukan Kurawa mundur dan terbelah dua, di depan mata Durna sendiri!. Namun Jayadrata dan pasukannya segera memerintahkan pasukannya menutup belahan itu dan menumpuk banyak prajurit untuk menghadang laju Pandawa yang menyusul dibelakang Abimanyu. Abimanyu terperangkap, ia terjebak sendirian dikerumunan Kurawa!
Namun Abimanyu tiada bergeming. Panah-panahnya merontokkan prajurit Kurawa yang mengepungnya. Melihat kehancuran yang dibawa Abimanyu, Duryudhana emosi dong.. Ia turun ke gelanggang demi menghadang sang kemenakan. Durna yang kuatir atas keselamatan Duryudhana bersama Kripa, Karna, Sengkuni dan Salya tanpa malu dan mengindahkan aturan perang mengeroyok Abimanyu yang sendirian.
Abimanyu sekali lagi tidak gentar. Sang pemberani itu dengan tersenyum menerima tantangan ksatria-ksatria itu. Putra Arjuna dari Dewi Subadra itu menghajar siapa saja yang menghadangnya. Asmaka dibuatnya nyusruk ke tanah. Senjata Karna dibuat hancur berantakan. Salya dibuat terluka parah dan keretanya hancur berantakan. Demikianlah ia bertarung tanpa dukungan. Konon Durna yang mengeroyoknya sempat meneteskan air mata kekaguman ketika melihat kegigihan jagoan muda itu. Duryudhana dan adiknya Dursasana mulai kesal melihat Abimanyu yang merajalela. Mereka berdua bermanuver dengan cepat. Abimanyu berhasil memukul Dursasana dengan telak.
Sementara di sektor luar, Jayadrata dengan sekuat tenaga menghadang Yudhistira, Bima dan Satyaki yang mencoba membantu Abimanyu. Berkat kegigihan Jayadrata, pasukan Pandawa tidak dapat menerobos masuk, dan Abimanyu benar-benar tak punya dukungan.
Laksamana, putra Duryudhana ikut menyerang Abimanyu. Namun pangeran tampan itu kalah tangkas dari abimanyu, ia roboh tanpa bisa bangun lagi. “Abimanyu harus mati!” teriak Duryudhana yang murka atas kematian putranya.
“Kita sulit merusak baju dan kereta perangnya. Lumpuhkan dia dari belakang!” perintahnya pada Karna. Karna sempat menolak perintah itu, sebab menurut aturan perang menyerang musuh dari belakang itu tidak diperbolehkan. Namun Duryudhana yang keras itu tak menggubrisnya, dan Karna pun tak berani melawan. Segera dilakukannya perintah itu, tepat menghancurkan kereta perang dan membunuh sais kereta Abimanyu.
Meski keretanya telah dilumpuhkan, dengan kaki menapak bumi Abimanyu tetap maju melawan dengan pedang dan perisainya. Ia tetap tegak tanpa gentar. Namun Tombak Durna dapat mematahkan pedang Abimanyu dan Karna berhasil menghancurkan perisai ksatria muda itu. Abimanyu mulai terdesak karena ia dikepung tanpa memegang senjata apapun. Ia masih sempat bergerak menghindari serangan keroyokan Kurawa. Namun apalah yang bisa diperbuat satu orang dengan tangan kosong melawan sekian banyak lawan dengan senjata lengkap. Akhirnya Abimanyu tak berdaya. Ia pun tewas mengenaskan dikeroyok para ksatria Kurawa. Konon setelah berhasil membunuh Abimanyu, Durydhana cs menari-nari kegirangan seperti barbar yang bersuka cita diatas bangkai binatang buruan mereka. Durna amat menyesali sikap tidak satria kubu-nya. Melihat tragedy itu, ia sangat bersedih dan menangis. Demikian pula Yuyutsu, adik Duryudhana. Dengan sangat marah ia melemparkan senjatanya, “Sangat memalukan. Kita telah melupakan etika dan moral di medan perang. Apakah pantas kalian bersorak gembira setelah melakukan perbuatan sedemikian pengecut!”, teriaknya sambil meninggalkan medan perang.
***
Gugurnya Abimanyu menciptakan duka yang mendalam bagi pihak Pandawa. Semuanya bersedih. Yudhistira menyesali keputusan strateginya di barak perkemahan. Arjuna yang perkasa pun tak mampu menahan kedukaan kehilangan putra terbaiknya. Saking sedihnya ia jatuh ke tanah dan pingsan. Namun setelah sadar dan mampu menguasai dirinya, Arjuna yang geram pada Jayadrata karena menghalangi Pandawa membantu Abimanyu serta kemarahannya atas tindakan curang Kurawa pada putranya lantas bangkit. Dengan lantang ia mengobarkan semangat Pandawa untuk bangkit membalas penghinaan ini. Bahkan ia bersumpah akan membunuh Jayadrata sebelum matahari esok terbenam.
Hari Keempatbelas
Sumpah Arjuna untuk membunuh Jayadrata sebelum Matahari terbenam terdengar juga sampai telinga kubu Kurawa. Durna mengatur formasi untuk melindungi Jayadrata dari amukan Arjuna. Jayadrata ditempatkan dibelakang dilindungi oleh Karna, Burisrawa, Aswatama, Salya dan Kripa.
Arjuna yang hari ini paling bersemangat membunuh segera maju menyerang. Durmashana salah seorang Kurawa yang mencoba menghadang, tapi pasukannya rontok dan terpaksa mundur. Arjuna langsung berhadapan dengan Durna yang lantas menantangnya bertarung. Namun Arjuna menolak tantangan sang Guru karena “target”nya hari itu adalah Jayadrata. Arjuna terus melaju. Srutayudha mencoba menghadangnya. Namun malang karena ksatria Kurawa itu justru tewas ditangan senjata saktinya sendiri. Kedua bersaudara Srutayu dan Asrutayu juga berupaya menahan Arjuna, tapi gagal juga. Arjuna yang geram terus menerjang membantai siapa-siapa yang menghalanginya.
Duryudhana yang kesal karena Arjuna makin mendekati posisi Jayadrata memutuskan menghadang sendiri sang sepupu. Tapi ia juga kalah, beruntung ia tak terbunuh. Durna yang menyaksikan beberapa ksatria Kurawa dapat ditekuk Arjuna, mencoba mendekati. Tapi ditengah jalan, ia dihadang Dristadyumna yang memaksanya bertarung sengit dengan calon raja Panchala itu. Dristadyumna hampir terbunuh, andai saja tidak diselamatkan Satyaki. Hingga kemudian terjadilah duel seru keduanya. Durna dan Satyaki saling jual beli serangan dan jurus-jurus andalan. Satyaki kalah, namun ia berhasil diselamatkan ksatria Pandawa lain.
Yudhistira yang kuatir atas keselamatan Arjuna yang maju paling depan, segera memerintahkan Bima dan Satyaki untuk membantu sang adik. Bima menerjang maju bagai angin menyapu mega. Tak kurang sebelas kurawa putra Destarata yang coba menghadangnya terbunuh. Durna pun menghadang, lalu menantang Bima. Sama seperti yang dilakukan Arjuna, dengan penuh hormat ia menghindari gurunya.
Arjuna terus memburu Jayadrata, aktor utama dibalik kematian putranya. Trio Arjuna Bima dan Satyaki terus bergerak kompak. Pertempuran makin seru. Karna tiba menghadang Bima. Perbedaan keduanya amat mencolok. Karna yang tampan kerap tersenyum dan mengejek ketika menyerang BIma. Sementara Bima yang temperamental jelas emosi diledekin begitu. Alhasil terjadilah pertempuran sengit. Kedua ksatria mumpuni ini berkelahi seperti dua ekor singa. Ingatan Bima atas penghinaan Karna yang pernah dilakukan pada Drupadi selalu membekas di diri Bima. Makin Karna tersenyum, makin mengamuklah Bima.
Karna mulai terdesak, ia tak sanggup menahan ledakan Bima. Duryudhana yang menyaksikan itu, memerintahkan Durjaya membantu Karna. Namun adik Duryudhana itu tewas dihajar Bima yang tak hentinya memburu Karna. Kurawa lain seperti Durmasa, Dushaha, Durmata dan Durdara ikutan turun ke arena untuk menyelamatkan Karna. Namun kesemua putra Destarata itu ikut menemui ajalnya.
Duryadhana kian cemas. Ia perintahkan ketujuh saudaranya yang lain : Chitra, Upachitra, Chitaraksa, Caruchitra, Sarusena, Citrayudha dan Citrawarman untuk membantu Karna. Awalnya mereka bertujuh dapat menahan Bima. Namun Bima yang sedang mengamuk memang sulit ditahan. Mereka gugur satu per satu. Duryudhana kian panik. Ia perintahkan Wikarna dan ketujuh saudaranya yang lain untuk menghajar Bima. Tapi seperti yng lain, semuanya tumbang ditangan Bima. Total Bima telah membunuh 20 ksatria Kurawa hari itu.
Disektor lain, Satyaki yang mendapat mandat dari Yudhistira untuk melindungi Arjuna, dihadang Burisrawa. Kedua ksatria lni adalah musuh bebuyutan karena persoalan keluarga di masa lalu. Dendam itu makin meruncing karena pada perang hari sebelumnya Burisrawa telah membunuh kesepuluh putra Satyaki. Mereka tanding, saling terjang dan baku pukul hebat. Sama-sama jatuh lalu bangkit kembali, jatuh lagi dan bangkit lagi. Lama kelamaan, Satyaki mulai kehabisan tenaga. Burisrawa diatas angin. Beberapa kali ia sanggup menjatuhkan Satyaki yang mulai lemas. Ketika Burisrawa hendak mengayunkan pedangnya untuk membunuh Satyaki, anak panah Arjuna melesat cepat menyambar tangan Burisrawa. Tangan yang siap menebas itu putus dari badan dan terhempas ke tanah. Burisrawa amat terkejut mengetahui yang menyerangnya dari belakang adalah Arjuna.
“Putra Kunti, tak kukira kau melakukan tindakan memalukan ini!” kutuk Burisrawa. Arjuna balas berkata, “Burisrawa, bagaimana aku diam saja ketika melihat kau akan memenggal kepala sahabat ku yang sedang terkulai lemah. Apalagi ia hendak menolongku!” Burisrawa diam saja. “Apakah kau tak ingat bagaimana kau bersorak untuk orang-orang yang membantai anakku padahal ia sudah tak berdaya dan tanpa senjata?” lanjut Arjuna.
Burisrawa tak menjawab. Ia letakkan senjata di tanah dengan tangan kiri. Lalu ia duduk bersila dan melakukan yoga. Pada saat itu Satyaki siuman dan langsung bangkit. Terbawa dendam kesumat yang meluap ia pun menyambar pedang dan langsung menuju Burisrawa yang sedang bersemedi. Sebelum Arjuna dan Krishna menahan langkahnya, Satyaki menebaskan pedangnya ke leher Burisrawa. Putra Somadata pun tewas seketika. Sungguh, Arjuna dan Krishna amat menyesali perbuatan Satyaki. Namun Satyaki bersikeras bahwa tindakannya adalah benar.
Kematian yang dialami Burisrawa merupakan satu dari sekian banyak situasi konflik moral dalam kisah Mahabharata. Hal ini memperlihatkan bahwa ketika benci dan amarah menguasai manusia, tata karma dan dharma pun tak jua sanggup mengendalikannya.
***
Arjuna menerjang pasukan Kurawa dan berhasil mendapati Jayadrata. Matahari hampir tenggelam di balik Cakrawala. Kurawa bersorak menganggap Arjuna akan gagal melaksanakan sumpahnya. Mereka lengah. Dengan kecepatan tertinggi Arjuna melesatkan anak panah dari Gandewa menyambar kepala Jayadrata yang tak terjaga. Jayadrata telah tewas.
Pada hari keempatbelas ini, aturan perang bahwa perang harus dihentikan saat matahari tenggelam (malam hari), tidak dipatuhi kedua kubu. Mereka masih melanjutkan pertempuran. Maklum, Benci dan dendam makin membara, cuy!
Nah, konon pada malam hari Gatotkaca dan pasukan raksasanya akan semakin kuat. Mereka bisa memanfaatkan gelap malam dengan serangan siluman. Gatotkaca and his fellow soldier menghantam pasukan Kurawa dengan hebat, dengan cara-cara spektakuler dan efektif. Ribuan pasukan Kurawa dibantainya. Duryudhana pun risau. Ia meminta Karna menghentikan Gatotkaca yang terbang merajalela.
Karna sendiri ngeri, karena mengetahui kedahsyatan Gatotkaca dalam pertempuran malam hari. Sesungguhnya Karna memiliki senjata Wijayandanu pemberian Batara Indra nan sakti mandraguna. Konon senjata ini mirip rudal, yang dapat dikendalikan untuk memburu kemana lawan bergerak dan sangat mematikan! Namun senjata ini hanya dapat digunakan sekali saja. Sebenarnya Karna menyimpan senjata ini untuk menghadapi Arjuna. Namun ditengah hiruk pikuk kepanikan dan desakan Duryudhana akhirnya Karna menembakkan senjata maut itu kearah Gatotkaca yang asyik terbang kesana kemari.
Nyawa Arjuna memang selamat dari Wijayandanu, namun dengan harga yang sangat mahal : Gugurnya Gatotkaca, putra kebanggaan Bima.
Subscribe to:
Posts (Atom)