INDONESIA MERDEKA

INDONESIA MERDEKA

Tuesday, July 8, 2008

Morrison Bagi The Doors

3 Juli itu benar-benar menjadi sebuah pintu masa depan, bagi John Densmore, Robbie Krieger, atau Ray Manzarek. Mereka bertiga menggantung malam di studio, menunggu kepulangan Morrison. Selang 3 bulan setelah sang vokalis meninggalkan L.A, ia tidak pernah kembali seutuhnya. Hanya nama, hanya kehilangan besar, hanya gejolak nafas panjang pecinta classic rock.

Jim Morrison pamit, mengucapkan selamat tinggal pada para personel The Doors April 1971. Ia ingin pindah ke Paris, melarikan diri dari gejolak ketenaran, sambil menulis puisi. Tak ada yang bisa membiarkan, karena mereka setuju bahwa keberangkatan Jim akan berguna bagi dirinya, “Jim merusak dirinya sendiri, mengkonsumsi banyak alcohol, kelelahan. Kami terancam kehilangan dirinya.” Densmore adalah anggota The Doors terakhir yang berbicara dengan Morrison. “Jim menelpon saya dari Paris, menanyakan perkembangan L.A Woman. Saya ingin tahu apakah Jim mabuk, dan dia memang mabuk”. Morrison ditemukan tewas 3 juli itu, gagal jantung.

Kematian Morrison adalah tragedi band besar itu. Seorang produser musik pernah mengungkapkan, “The Doors adalah satu”, dan kematian Morrison memecahkan ‘satu’ itu, lantas mengungkap keretakan dalam hubungan antar personil The Doors dikemudian hari (sesuatu yang tak pernah terungkap dalam musik agung mereka). “Tanpa Jim, kami semua lari kearah yang berbeda,” tutur Manzarek lirih, “Jim mengharuskan kami bertiga terjun ke dalam liriknya, dan menciptakan musik yang mengitarinya”. Densmore juga mengenang emosinya yang tumpah saat membangun pondasi musik The Doors “Saya tidak tahu kenapa saya melakukan itu. Jim terbawa arus. Dia menyerahkan dirinya kepada musik dan merasuki kami”. Manzarek dan Densmore benar, tanpa Morrison The Doors kehilangan ‘satu’ dari perpaduan empat orang, empat ego yang saling mengimbangi. “Dinamika itu menjadi kacau, karena orang keempat tak ada,” ujar Krieger.

Pasca kematian itu visi musik sisa personel The Doors bubar. Densmore, Manzarek dan Krieger mencoba mencari vokalis baru, tapi gagal karena Morrison terlalu sakral. Tapi untunglah mereka sepakat (pasca kematian Morrison) dalam menjaga warisan musik, membawa presentasi sejarah dan rekaman asli The Doors ke generasi berikutnya. Katalog The Doors terus dirilis ulang, sampai ke soundtrack film pada tahun-tahun sesudahnya. The Doors menjadi daya tarik, menjual 1,5 juta keeping setiap tahunnya, mengalami regenerasi sebagai salah satu keajaiban terbesar dalam dunia musik rock.

Ada sebuah detail yang unik. Bahwa musik The Doors ternyata tidak pernah muncul dalam iklan televisi (paling tidak sampai hari ini). Konon Morrison pernah dengan berang ingin memveto sebuah iklan yang hendak menggunakan Light My Fire pada 1967. Memang penuh tanda Tanya, kenapa Morrison bersikeras menolak musik the Doors dalam iklan tivi. Dan beberapa tahun kemarin, Densmore pernah menolak tawaran dari Apple dan Cadillac, “Beberapa orang berkata seandainya Jim masih hidup, sikapnya akan berubah karena zaman telah berganti. Tapi saya sangat menghormati gagasan Jim!”. Kendati untuk itu Densmore harus berbeda paham dengan Manzarek dan Krieger.

Perselisihan Manzarek, Krieger dan Densmore tak hanya itu. Tahun 2003 lalu, Densmore pernah menuntut Manzarek dan Krieger (Yang melakukan tur sebagai The Doors of 21st century bersama vokalis Ian Astbury) dengan tuduhan melanggar kontrak dan menyalahgunakan hak milik. 2 tahun berselang, Densmore memenangkan gugatan, termasuk keputusan larangan (bagi para personel The Doors yang tersisa) untuk menggunakan nama The Doors dalam bentuk apapun.

Namun konflik itu belum juga reda, Manzarek dan Krieger naik banding. Memperdalam esensi perselisihan antara rekan-rekan Morrison. Alasannya, mereka bertiga meyakini bahwa mereka sedang memperjuangkan kehormatan dan nilai-nilai band yang asli dalam sebuah bisnis yang telah berubah sejak the Doors berdiri tahun 1965. Tanpa Morrison, kini dalam Densmore dan Manzarek-Krieger tiada lagi ‘satu’ itu.

Cekcok itu pulalah yang memberi warna keanehan pada perayaan 40 tahun The Doors tahun lalu. Mereka berdiri diblok-blok yang berbeda. Manzarek berdiri di Cat Club (bekas klub London Fog), dimana The Doors tampil live untuk pertama kali di tahun 66. Krieger ada di Whiskey a Go Go, dimana The Doors mengasah stage show eksplosif yang menjadikan mereka bintang. Dan Densmore pun berdiri di Book Soup (bekas Cinematheque 16), dimana Morrison sering membaca puisi-puisinya disana.

Saya memang belum lama memutuskan mencintai The Doors, tapi saya menyayangkan ini. Sayang karena, orang-orang yang melangkah keluar dari akal mereka (dari diri mereka sendiri) untuk memberikan energi yang menciptakan kancah musik L.A ini harus berada dalam ruang yang berbeda dalam mengenang Morrison.

37 tahun setelah kematiannya, kehadiran suara spiritalitas yang krusial Morrison memang masih terasa setiap kali anggota The Doors yang masih hidup memperdebatkan masa lalu dan masa depan musik The Doors. Pada kenyataannya, Manzarek, Krieger dan Densmore harus bertanya kepada diri mereka sendiri, “Apa yang diinginkan Jim?” atau “Itu satu hal yang dapat kita katakan pada Jim. Jika mungkin Jim akan berubah, kita tidak akan tahu Jim mau kemana sekarang”.

Saya sekata dengan mendiang Pamela Courson (janda Morrison)

“The Doors hanyalah Jim, Ray, Robbie dan John. Empat orang itu ajaib. Don’t F**k with it!”.

No comments: