INDONESIA MERDEKA
INDONESIA MERDEKA
Sunday, October 10, 2010
Cerita Ulang Bharatayudha dalam Aransemen Generasi MTV (Bagian 3)
Hari Kesepuluh
Pandawa menempatkan Srikandi di lini depan, dengan Arjuna mengiringi di belakangnya. Mereka langsung menyerang Bhisma. Bhisma, sang ksatria terbaik Hastinapura yang begitu garang di medan perang, justru malah gemetar menghadapi Srikandi, sang prajurit perempuan. Bukan karena takut, melainkan karena Putra Gangga langsung terbayang “kenangan pahit” dengan Dewi Amba yang tewas ditangannya. Seketika bergejolak batinnya saat teringat peristiwa ketika ia secara tak sengaja melepaskan anak panahnya hingga membunuh perempuan putri Negara Sriwantipura itu. Bhisma benar-benar tak berdaya karena memori masa lalu itu, hingga membuatnya lemas, lunglai seperti tak berkekuatan.
Dan… kesempatan itu dimanfaatkan Srikandi dengan mendaratkan anak-anak panahnya ke jantung Bhisma! Semula, amarah Bhisma meledak saat busur-busur itu menembus dadanya. Tapi ia segera teringat sumpah yang pernah diucapkannya ”Tidak akan menganiaya perempuan, apalagi membunuhnya”. Sebuah dharma ksatria yang ditepatinya.
Arjuna juga berpenuh daya menguatkan hatinya untuk menyerang sang kakek. Dari belakang Srikandi ia membidikkan panah-panah kearah bagian tubuh Bhisma yang lemah. Belasan anak panah menancap dibadan Bhisma, tentu sakit bukan kepalang. Namun Putra Gangga masih sanggup berdiri tegak, dan ia justru tersenyum ketika anak-anak panah itu makin menghujani tubuhnya. “Ini pasti panah cucu terbaikku, Arjuna!”
Hampir sekujur tubuh Bhisma tertembus panah Arjuna. Seperti pohon tumbang, Bhisma roboh ke tanah. Ketika ia roboh, konon dewa-dewa yang menyaksikannya dari langit menundukkan kepala, mengatupkan kedua tangan untuk member penghormatan terakhir kepada Bhisma. Berdasarkan versi seorang dalang kawakan dari dusun Plelen (Kampung ibuku) Solo dalam Lakon “Bhisma Gugur” yang ku saksikan bersama Pakde 18 tahun lalu, Saat Bhisma roboh itu, tersebar semerbak harum bunga dan hujan turun membasahi seluruh medan kurusetra.
Badan Bhisma tidak menyentuh tanah. Ia terbaring ditopang panah-panah yang menembus sekujur badannya. Kedua belah pihak menghentikan pertempuran. Semua ksatria berlari mendekati Bhisma dan mengelilingi ksatria besar itu. “Kepalaku terkulai, tidak beralas”, kata Bhisma. Para ksatria Kurawa disekitarnya sibuk mencari dan membawakan bantal. Tapi ksatria tua itu menolak dengan tersenyum dan menoleh pada Arjuna cucu favoritnya. “Cucuku, berikan aku bantal yang pantas untuk seorang ksatria".
Arjuna, yang panah-panahnya menembus sekujur tubuh Bhisma, segera mengambil tiga anak panah, dan langsung menancapkan ketiganya ke tanah sehingga menopang kepala sang kakek. Dalam sekaratnya Bhisma masih meminta Duryudhana untuk menghentikan perang dan berdamai dengan Pandawa. Namun sekali lagi, hati Duryudhana yang angkuh itu telah membatu. Ia menolak berdamai, dan akan terus berperang.
***
Ketika mendengar Bhisma sekarat, Karna (yang selama Bhisma memimpin pasukan Kurawa, memilih menyisihkan diri dari peperangan) segera mendatangi Putra Gangga yang tengah sekarat ditengah medan tempur. Lalu, ia bersimpuh didekat kaki Bhisma sembari memberi penghormatan. Kembali Bhisma meminta Karna untuk mewujudkan perdamaian dengan Pandawa. Namun Karna yang sudah berjanji setia dan berhutang budi kepada Duryudhana, tidak dapat memenuhi permintaan Bhisma. Dengan penuh rasa hormat, ia memohon izin pada Bhisma untuk turun ke medan perang membantu Kurawa.
Setelah mendapat restu dari Bhisma, Karna dengan gagah berani turut angkat senjata.
Hari Kesebelas
Duryudhana akhirnya menunjuk Mahaguru Durna menjadi senopati perang. Pertimbangannya adalah sepeninggal Bhisma, Durna-lah yang dianggap paling senior, yang tidak ada lagi tandingannya dalam hal kewibawaan, kecakapan, kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan. Durna menyanggupi.
Durna mengatur pasukan Kurawa dengan formasi bola. Lubang besar pasca tewasnya Bhisma, dapat terobati dengan hadirnya Karna di kubu mereka. Karna adalah putra sais kereta Destarata. Namun sesungguhnya ia adalah putra sulung Dewi Kunti (ibu Pandawa) dan Bathara Surya, yang dibuang lalu ditemukan dan dibesarkan oleh sang Sais. Dalam hal ketangkasan senjata ia setara dengan Arjuna atau Krishna.
Durna memimpin Kurawa dengan sangat cakap. Meski sudah berumur, ia bergerak sangat lincah dan bertarung tak kalah dengan para ksatria muda. Sang mahaguru bertarung ganas, menghadapi Satyaki, Bima, Arjuna, Dristadyumna, Arjuna dan Drupada tanpa rasa gentar. Semua kalah oleh Durna, meskipun tak ada korban jiwa. Mahaguru kawakan itu mendemonstrasikan kemahirannya bersenjata dengan energy yang luar biasa. Melesat menghancurkan bak api membakar kayu-kayu. Ia berhasil memotong formasi Pandawa menjadi dua bagian.
sektor lain, Sadewa bertarung satu lawan satu dengan Sengkuni. Bima melawan Wiwimsati. Nakula versus Salya sang paman. Dristaketu melawan Kripa. Satyaki melawan Kritawarma. Wirata melawan Karna. Serta Abimanyu yang bergulat melawan keroyokan Paurawa dan Jayadrata.
Durna memutuskan membangkitkan semangat tempur Kurawa dengan menyerang langsung Yudhistira. Duel keras. Namun Durna berhasil mematahkan busur Yudhistira yag membuat sulung Pandawa ini terdesak. Dristadyumna berusaha menghadang Durna, tapi sia-sia. Durna merengsek mendekati Yudisthira. Namun tiba-tiba muncul Arjuna datang membantu. Dengan Gandewa, Arjuna sangat merepotkan Durna sehingga sang mahaguru urung mendekati Yudhistira.
Akhirnya, Durna mundur dan tidak berhasil mengalahkan Yudhistira, Pertempuran pun berhenti karena hari sudah gelap.
Hari Keduabelas
Perang makin ganas. Kurawa makin memburu Yudhistira dengan sangat ambisius. Susarma dan Pasukan Trigarta yang dikomando Durna untuk meringkus Arjuna bergerak cepat mengaplikasi strategi sang senapati. Namun Arjuna yang piawai berhasil memukul telak mereka. Arena kembali menjadi lautan mayat dan potongan tubuh yang tercabik-cabik berserakan dimana saja. Mengerikan!
Durna memerintahkan penyerangan ke posisi Yudhistira. Dristadyumna pun tak tinggal diam menyaksikan rajanya diserang, ia berusaha menahan Durna. Pasukan sang panglima pun mendapat serangan gencar dari Durna, banyak yang terluka dan mati. Durna makin mendekati Yudhistira, namun masih ada Satyajit dan Wrika yang coba menghadang. Namun malang bagi ksatria Panchala itu. Keduanya tewas ditangan Durna.
Melihat itu Satanika maju menahan Durna yang trengginas. Putra Wirata itu bukan tandingan sang mahaguru. Ia tewas, konon kepalanya putus dengan sumping warna keemasan yang masih utuh ditelinga. Ketama dan Washudana juga menyerbu Durna, tapi lagi-lagi kekuatan mereka belum sepadan. Keduanya juga menemui ajal. Hari itu Durna menggila. Ia berhasil membunuh banyak ksatria Pandawa.
Namun semangat gigih ksatria Pandawa (di pimpin Bima) dalam melindungi Yudhistira, membuat usaha Durna menangkap sang raja gagal juga. Duryudhana memimpin pasukan gajah untuk melawan Bima. Bima yang selalu punya motivasi berlipat setiap melawan Duryudhana, berhasil mendesak sulung Kurawa itu mundur. Raja Angga yang berusaha membantu Druyudhana tak dapat berbuat banyak. Ia kalah telak dari Bima, bahkan terbunuh. Kekalahan Duryudhana membuat kekacauan di kubu Kurawa.
Melihat kekacauan ini Bhogadetta tidak tinggal diam. Dengan gagah berani ia menantang Bima. Terjadilah duel megadahsyat. Bima agak kerepotan menghadapi serangan gajah raja Prajogtisa itu. Satyaki datang membntu Bima. Namun ia ikut terdesak. Bhogadetta menggila dan kian mengacaubalau barisan pertahanan Pandawa. Arjuna ikutan panas. Dengan seizin Krishna ia turut bantu menyerang Bhogadetta. Setelah berhasil melumpuhkan gajah raksasa sang raja, Ksatria tampan itu menyerang balik dengan dahsyat. Serangan tombaknya berhasil melukai mata Bhogadetta. Lalu dengan secepat kilat Arjuna melancarkan serangan susulan yang tak kalah mematikan, tombak bermata bulan sabit miliknya tepat membelah dada Bhogadetta. Ksatria Kurawa itupun tumbang sekeketika. Kurawa tambah panik.
Wrishna dan Achala lantas mengeroyok Arjuna dari depan belakang. Tapi sial bagi mereka, Arjuna terlalu tangguh bagi kedua saudara Sengkuni itu. Mati-lah mereka ditangan Arjuna. Sengkuni sangat marah kedua saudaranya yang berani itu terbunuh. Ia menyerang Arjuna dengan sengit. Senjata gaib milik Sengkuni berhasil ditangkis Arjuna dengan tenang. Bahkan serangan balasan Arjuna mampu memaksa Sengkuni untuk menyingkir.
Alhasil, pasukan Pandawa berhasil memorak-porandakan bala tentara Kurawa sampai saat senja membenamkan mentari. Perang terhenti. Pandawa kembali memperoleh kepercayaan diri pasca kemenangan hari ini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment