Pada suatu rentang detik di sebuah negeri kartun bernama Indonesia, si Kampleng memahat senyum pada deretan berita. Perutnya yang buncit kembang kempis. Tangan kurusnya gemetar menahan ujung lembar surat kabar, matanya melotot pada tulisan, senyumnya perlahan mengembang, diikuti seringai deret giginya yang berantakan. Ada sebuah berita yang menyita perhatiannya "33 Partai Kartun siap ikut Pemilihan Umum 2009". Kampleng yang visioner itu, lantas menggumam ide bisnis, "Uhuy, sebentar lagi waktunya kampanye Partai-Partai Kartun, waktunya uang datang!!"
Sebelum harga BBM di negeri kartun itu naik untuk kesekian kalinya, Si Kampleng adalah seorang buruh di sebuah pabrik kompor minyak. Tapi setelah musibah nasional itu terjadi, Si kampleng jadi kehilangan karirnya, ia diberhentikan. Perusahaan tempatnya bekerja hampir bangkrut. Alasan yang diberikan oleh perusahaan adalah karena meningkatnya ongkos produksi yang tinggi karena meningkatnya ongkos bahan bakar pabrik dan menurunnya demand terhadap produksi kompor minyak (masyarakat negeri kartun mulai meninggalkan kompor minyak karena harga eceran minyak tanah yang menggila), memaksa perusahaan untuk merasionalisasi pegawai dengan pemutusan hubungan kerja itu tadi.
Sebulan pasca pemecatan, Si Kampleng masih belum punya pekerjaan baru. Ia tidak punya penghasilan lagi. Bantuan Langsung Tunai, ia gak dapet karena buruknya pelaksanaan.Mau usaha, gak ada modal. Kredit Usaha Rakyat yang dipersiapkan pemerintah negeri kartun gak semudah yang dikomunikasikan di tivi. Padahal, buat makan sehari - hari Si Kampleng juga butuh dana, sementara uang tabungannya menipis. Si Kampleng butuh uang.
Makanya begitu tau Komisi Pemilihan Umum negeri kartun itu mengundi nomor urut partai kartun peserta pemilu dan menentukan tanggal start kampanye partai, Si Kampleng langsung pasang kuda - kuda Troya. "Musim kampanye, partai-partai kartun pasti butuh massa bayaran biar kampanyenya rame. Gak perlu repot, cuma dateng ke panitia. Dapet Kaos + Ikat kepala. Ikut pawai, sambil teriak-teriak membela partai. Mendengarkan pidato. tepuk tangan. teriak-teriak lagi. kalo ada artis dangdut, ikut joged. lalu ambil honor kampanye dan nasi bungkus, trus kaos bisa dibawa pulang!!" Pikirnya singkat tapi jitu. "Anggap saja satu partai membayar 25 ribu perak + makan siang per hari. Kalau ikut kampanye partai saja, saya bisa dapet sekian. Kalau 5 partai itu, berkampanye 10 kali saya jadi bisa dapet sekian," tambahnya sambil mengkalkulasi. "Lumayan!!"
Dengan cepat Si Kampleng segera menginventarisir nama-nama partai kartun yang (ia pikir) punya dana besar. Sederhana saja, "Partai berdana besar, pasti ngasih bayaran yang besar dan "fasilitas" yang oke punya", pikirnya. Dengan cepat pula ia menyimpan nama, lantas susun strategi.
"Hari pertama ikut kampanye Partai Demokartun Indonesia. Hari Kedua ikut kampanye Partai Kartun Indonesia. Hari Ketiga ikut kampanye Partai Kartun Selamanya. Hari keempat ikut kampanye Partai Kartun Banget. Hari kelima ikut kampanye Partai Golongan Kartun. Hari kelima Partai Kartun Persatuan. Demikian dan seterusnya dan seterusnya.
Sejak hari itu si Kampleng memutuskan untuk melacur. Melacur yang bukan tanpa alasan. "untuk apa menjadi konstituen sejati jikalau harapan tidak pernah didengar, dan janji dilupakan?". Beberapa tahun silam Si Kampleng pernah menaruh kepercayaan pada sebuah parti politik. Dengan sepenuh hati mencoblos sang wakil. Partainya dapet suara. Dan sang wakilpun naik ke parlemen dan duduk menjadi anggota dewan yang terhormat.
Tapi kemudian, keadaan jadi semakin tak dikenalinya. Sang wakil berubah jadi sosok yang asing. Harapan, janji menguap entah kemana, bersama angin disela-sela ventilasi rumah rakyat.
Si Kampleng pernah jengah, dalam panas yang terabaikan ia pernah ditipu mentah-mentah. Memang tidak ada komitmen sampai mati dan keingkaran sang wakil kian menjadi.
Si Kampleng mungkin muak.. dengan muak yang tk berkekuatan apa-apa.. Ia hanya akar rumput yang bisa diracun herbisida sewaktu-waktu.
Jika hari ini dan besok, Si Kampleng telah mamasung pikirannya, ia tak bisa disalahkan. Bukan karna tidak ingin jadi rakyat kartun yang taak. Atau abai terhadap politiknya. Si Kampleng hanya ingin mesra dengan Golput, takdirnya.
3 comments:
Romantisme negeri kartun kawan.
Si kampleng sedang berjuang.
Kristal keringatnya esok hari akan berguna.
Asal jangan mati konyol dulu..haha.
Hidup memang harus berjuang.
Tetapi hidup didunia kartun seperti sedang memakai topeng.
Apa yg kau lihat dari sebuah peluru?
Post a Comment