Ada pujian, tapi cukup banyak ketidakpuasan pada Drupadi. Entah kenapa, saya tidak tau. Ada ratusan kepala yang menunggu, mengintai Drupadi sejak premiernya kemarin. Banyak penonton disetiap pemutaran, dan setiap pemutarannya adalah cawan yang mau tidak mau harus menampung bergulirnya subyektifitas yang masing-masing itu. Dari atas kebawah, hulu atau hilir, kanan kiri, belakang depan, punggung ke muka.
Bagi penggemar pada epik Mahabarata, pasti akan mudah menggulirkan tebakan pada (semacam) monolog di pembuka film : Amuk murka Drupadi kepada seluruh ksatria yang pada purnama itu larut dalam sebuah permainan dadu di ruang kebesaran Hastinapura. Drupadi yang bertanya, meramal dosa keturunan Barata di kemudian hari , menunjuk pada muka kekejian, menangisi diam pandawa, mencari sisa nurani Destarata, Dorna, Kripacarya atau Widura... Monolog itu melatari pilihan visual atas Bharatayudha (ditulis di program guide Jifest sebagai puncak film ini). Pilihan berpuisinya jatuh pada gambar. Mengirim pesan dari medan kurusetra.
Bagian pertama adalah Sayembara. Tidak ada Panchala (yang saya lihat begitu), hanya Drupadi yang menjadi perhatian. Ada pesona, yang ingin digambar dari wajah kecantikan Dian Sastro. Ada Pandawa, yang lima. Yudhisthira, Bima (yang kali ini badannya tidak lebih besar dari sang kakak), Arjuna dengan teknik voice over yang mirip Soe Hok-Gie, Nakula-Sadewa yang sepertinya sulit mencari orang kembar. Dan dari kubu Kurawa saya hanya melihat Karna. Ada proses yang terlewati (mungkin sengaja dilewati) dalam penolakan Karna oleh Drupadi. Tanpa keengganan yang keras dari Drupadi, kekecewaan kurawa, dan rasa terhina Karna yang dahsyat. Selanjutnya mengalir, kemenangan Arjuna (disini sang ksatria berhasil membidik setangkai bunga, dan memecahnya menjadi 5 bagian), diikuti senyum puas drupadi, dan Pandawa memboyong Drupadi pada Dewi Kunti
Bagian kedua adalah janji Dewi Kunti. Pilihannya jatuh bukan pada versi jawa. Kira-kira adalah bahwa segala sesuatu yang dimiliki Pandawa adalah untuk mereka berlima. Ada bagian, dimana Drupadi tengah membagi dirinya untuk kelima pandawa. Kata teman saya, itu ”gak jadi”. Katanya, Sosok Drupadi jadi kehilangan keanggunan.. Tapi biarlah, warna air laut juga gak harus biru di surealis.
Bagian Ketiga adalah Undangan bermain Dadu. Buat saya disinilah awal mula kesulitannya si pembuat film menyingkap detil mahabarata. Kalo orang inggris bilang, pembuat filmnya mulai keteteran. Yudhistira diceritakan langsung menimang undangan kurawa untuk bermain dadu. Sempat ada ajakan penolakan dari pandawa lainnya, tapi justru tidak dijelaskan sama sekali (entahlah kalau adegan ini sudah dibuat tapi kena sunting) yaitu : alasan kenapa Kurawa (yang diprovokasi Sakuni) mengajak Pandawa bermain dadu.
Bagian keempat, permainan dadu. Percobaan visualisasinya berhasil kog. Kalo kemarin saya sempat baca ada seorang kritikus yang bilang pada bagian ini banyak sekali kelemahan ya entahlah, ilmu saya gak setinggi itu untuk menemukan titik-titik lemahnya dimana. Karena buat saya ada bagian yang unik. Seumur hidup saya, mulai dari cerita Ayah, sampai saya beberapa kali nonton wayang orang, tokoh Sakuni selalu dibikin ”dingin”, tapi kali ini engga. Sakuni disini agak komikal, tengil, tapi tidak kehilangan aura liciknya. Mas Butet emang jago. Produsernya gak salah pilih pemain. Adegan main dadunya masuk di saya. Tapi harus adil juga, buat orang yang sedikit tau tentang cerita mahabarata mungkin bisa tanggap, tapi yang asing sama sekali ??
Pembuat filmnya bilang bahwa disini Drupadi adalah drupadi sebagai perempuan yang menolak menjadi komoditas. Tapi sampai saya keluar studio, saya masih bingung, bagian mana yang membangun konsep itu.. Diakhir permainan dadu (sesaat setelah Drupadi dipertaruhkan lantas berusaha ditelanjangi Dursasana dan Kurawa), dan adegan melompat jauh ke kurusetra, saya masih juga menimbang, dimana? Saya tidak mau mengeluhkan drupadi yang tiba-tiba jadi banyak omong.. Mungkin ini soal intepretasi saja, apa salahnya kan memperdengarkan jeritan batin Drupadi?
Ending-nya Bharatayudha.. Dengan pilihan yang sama dengan awal. Gambar, puisi, dan tembang jawa. Ada Drupadi yang menepati janjinya untuk keramas dengan darah kurawa, tapi tak pernah cukup untuk menjelaskan proses selanjutnya yang justru sangat agung : Drupadi adalah satu-satunya istri pandawa yang diajak dalam perjalanan menuju khayangan...
Tetap Two thumbs up buat film ini.. Soal transfer pandangan itu biasa. Gak fair kalo epik sesulit mahabarata harus bisa dicover semuanya dalam 45 menit.
No comments:
Post a Comment