Joachim Loew diam dan gelisah di sebuah sudut Ernst Happel, Wina. Sesekali ia melongok ke arah jam ditangannya. Memperhatikan waktu. Ia galau, Tim Panser hanya punya sedikitnya 8 menit untuk menyelamatkan diri. Detik-detik lewat, Roberto Rosetti meniup peluit tanda perang usai dan kegalauan itupun berubah menjadi pusaran yang menariknya untuk segera menguasai perasaan yang campur aduk. Loew tertunduk lesu, bersama keresahan Angela Merkel di tribun kehormatan, juga jutaan rakyat seantero bumi manusia.
EuRO 2008 sudah tiba pada ujung. Spanyol menjadi kampium, setelah terapung pada 44 tahun penantian. Luis Aragones membalas tamparan banyak pihak, yang gemar mengkritiknya. Matador-matador itu memenangkan sejarah. Menundukkan Eropa dangen segala keperkasaan.
Malam itu adalah malam yang langka untuk Fernando Torres, 24 tahun. Ia berlari sekencangnya sambil mengukur timing. Ia berpikir, untuk bisa lolos dari duet palang pintu Jerman. Ia sukses, dan hanya membutuhkan ketenangan untuk menaklukkan Jens Lehmann dengan sekali sontekan. Dan ia berhasil lagi, membunuh Lehmann dengan begitu dingin. Torres membukukan gol, satu-satunya dipertandingan itu. Gol yang tak akan sirna dari ingatannya sepanjang masa. Gol yang membenamkan jerman dan membawa spanyol ke tangga juara. Juara Piala Eropa.
El Nino, melengkapi sensasinya musim ini. Meski tanpa gelar, lebih dari 30 gol dalam musim pertamanya di Anfield, cukup untuk menobatkanya sebagai salah satu striker berbahaya saat ini. El nino lahir dengan bakat sebagai mesin gol. Ia cukup lengkap. Gesit, cepat, dan punya naluri tinggi membobol gawang lawan. Sebelumnya ia adalah pujaan publik Vicente Calderon. Ia maskot, jadi kapten tim di usia belia dan inceran klub-klub elite benua biru. Liverpool yang berhasil menciduknya, dengan gelontoran puluhan juta poundsterling. Torres pun hijrah ke lembah Merseyside. Di daratan britania, pesonanya kian menjadi. Ia jadi pemain asing yang dimusim pertamanya mampu mengemas lebih dari 20 gol setelah Ruud van Nistelrooy. El Nino menjelma jadi idola baru The Reds dan andalan sang Rafa Benitez.
Austria - Swiss 2008 jadi ajang pembuktian kiprah internasional El Nino. Ia datang bersama skuad matador, yang dihuni pemain-pemain terbaik di semua lini dengan kualitas yang merata. Secara teknis, sulit mencari kelemahan Spanyol. Namun berulangnya kegagalan negeri itu diberbagai ajang, menumbuhkan konvensi tidak tertulis di kalangan pecinta bola sejagad bahwa secara materi Spanyol memang oke, tapi mereka tidak punya mental juara dan karena itulah mereka gagal. Aragones memimpin tim dengan stigma yang melekat itu. Namun ia tidak gentar. Ia memang keras kepala tapi orang tua itu benar-benar paham apa yang ia butuhkan. Ia tidak memanggil Raul Gonzales, golden boy sepakbola spanyol dan ia pun dicerca karena itu. Tapi demikianlah Aragones, ia melaju mengacuhkan banyak pihak.
Spanyol memulai laga menghadapi Rusia. They did it well, menyuguhkan permainan cantik dan menghujani gawang Igor Akinfeev 4 kali. David Villa mencuri perhatian dengan hattrick-nya (satu-satunya hattrick dalam turnamen ini). Tapi peran El Nino sangat besar, dengan kecepatannya ia memudahkan Villa mencetak gol pertama dan sanggup menarik perhatiaan barisan pertahanan Rusia, sehingga Villa bisa leluasa memberondong amunisinya dengan telak. Melawan Swedia, El Nino mencetak gol pertamanya dan Villa jadi penyelamat di menit akhir. Agresivitas lini tengah Spanyol mulai dilirik. Pers menilai barisan kuartet mereka bermain cemerlang. Xavi Hernandez-Marcos Senna-Andreas Iniesta-David Silva dan sesekali diisi Cesc Fabregas tampil dengan performa memikat dan sangat solid. Kuartet mereka mengingatkan pada kejayaan Michel Platini-Alain Giresse-Jean Tigana-Luis Fernandez mengantarkan Les Blues jadi jawara Euro 1984. Menghadapi juara bertahan Yunani, Spanyol mengistirahatkan hampir sebagian besar pemain intinya. Tapi mereka tetap unggul, dan meraih hasil sempurna di fase penyisihan grup. Ruben de la Red dan Dani Guiza mengirimkan sinyal, bahwa lapis kedua Spanyol juga dahsyat.
Di 8 besar, Azzuri Italia menunggu mereka. Tampil melawan Grendel Cattenacio yang paten, El Nino dan Spanyol kesulitan memberangus gawang Gianluigi Buffon di waktu reguler maupun extra time. Adu Penalti jadi penentuan. Iker Casillas jadi pahlawan dengan membendung usaha Antonio Di Natale dan Danielle de Rossi. El Matador pun melenggang ke Semifinal, kembali jumpa Rusia.
Rusia yang mereka hadapi di Semifinal, bukanlah Rusia yang mereka pecundangi di awal kompetisi. Guus Hiddink berhasil menyulap beruang merah menjadi momok bagi lawan. Yunani dan Swedia berhasil mereka kirim pulang. Belanda yang tampil memukau di grup C mereka bantai dengan sadis. Total Football remuk dihempas badai spartan ciptaan Arshavin dan kawan-kawan. Tapi lagi-lagi Spanyol menunjukkan kesejatian mereka. Lewat permainan yang dinamis dan menggigit, Rusia kembali merasakan pedihnya dihajar habis-habisan. Lini tengah mereka jadi bintang. Spanyol 3, Rusia 0.
Tim langganan Juara Jerman adalah pintu terakhir Spanyol, mengibarkan bendera kemenangan. Bukan lawan mudah, Jerman punya pemain-pemain matang. Jerman punya pengalaman dan jam terbang di turnamen. Dan yang utama Jerman punya sejarah bagus. Wina, cerah hari itu. Spanyol bersiap, meski dengan beban David Villa harus absen karna cedera pergelangan kaki.
Rosetti meniup peluit seperti Krishna menggemakan terompet tanda dimulainya Baratayudha. Jerman dan Spanyol bertarung ketat. Adu pintar. Adu Strategi. Adu fisik. Adu seluruh daya yang tersisa. Semua berjalan imbang, sampai Gol El Nino hadir ditengah-tengah mereka.. Ritme permainan semakin meningkat. Jerman harus mengejar dan Spanyo tidak mau dikejar, bahkan ingin jauh biar tak terkejar. Saling ngotot, saling sikut, saling tabrak, saling hantam. Lehmann dan Casillas harus jatuh bangun berjibaku. Charles Puyol dan Christoph Metzelder bertahan sekuatnya. Pelipis Mickael Ballack sampai berdarah. Entah berapa kaki yang lebam karena benturan keras.
Rosetti meniup peluit akhir. Spanyol menjelang sejarah baru.. Sorang komentator tivi berujar tentang esensi sepakbola, kemenangan spanyol adalah kemenangan sepakbola. Tim terbaiklah yang memenangkan kejuaraan. Joachim Loew memimpin senyum pahit anak asuhnya menerima medali dari Michel Platini. Dan Iker Casillas mengangkat trophy Henry Delauney tinggi - tinggi.. Tanda kejayaan. Tanda kebesaran. Tanda kemenangan. Tak Hanya Casillas dan skuad mattador lain yang tertawa keras. Tapi disitu juga ada sukacita Aragones, Raja Juan dan Pangeran Felipe, serta penantian panjang rakyat spanyol.
El Nino pantas tidak bisa tidur malam itu. Ia pasti gila karena bahagia.
No comments:
Post a Comment